Wanita ketika Safar (Berpergian)
Februari 12, 2007
Muslim
Polemik persyaratan adanya mahrom bagi
wanita ketika safar banyak menimbulkan pro kontra. Berbagai alasan
dilontarkan untuk memperkuat pendapat masing-masing. Bagaimana pendapat
ulama mengenai hal ini?
Syaikh Utsaimin pernah ditanya tentang
boleh tidaknya wanita pergi naik pesawat tanpa mahrom yang keamanannya
terjamin ? Beliau menjawab, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, yang artinya: “Seorang wanita tidak boleh
bepergian kecuali jika ada mahrom yang menyertainya.” Beliau
menyampaikan hal ini ketika beliau sedang khutbah di atas mimbar pada
musim haji. Kemudian ada seorang laki-laki yang datang kemudian
bertanya: “Wahai Rasulullah, istri saya pergi haji sendirian sedang
saya ikut dalam jihad ini dan itu.” Kemudian Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Pergilah haji bersama istrimu.” (HR Bukhari [3006] dan Muslim [1341]).
Dalam hadits ini kita lihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada laki-laki tersebut untuk meninggalkan jihad agar dapat pergi haji bersama istrinya dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak bertanya kepadanya:
“Apakah istri anda aman ?” atau“Apakah istri anda ditemani para wanita lain ?” atau
“Apakah istri anda bersama para tetangganya ?”
Berarti larangan ini bersifat umum untuk semua kepergian wanita tanpa muhrim. Karena bahaya sangat mungkin tejadi meski dalam pesawat. Seorang suami yang hendak ditinggal istrinya yang akan naik pesawat, kapan ia pulang dari mengantar ? Ia akan pulang ketika istrinya sudah menanti keberangkatan pesawat di ruang tunggu.
Di ruang tunggu ini istrinya sendirian tanpa mahrom. Kalaupun
seandainya suaminya juga ikut masuk ke ruang tunggu sampai istrinya naik
pesawat. Apakah tidak mungkin bahwa pesawat tersebut kembali setelah
menempuh perjalanan ? Kadang pesawat kembali ke bandara karena ada
kerusakan tekhnis atau kondisi cuaca yang tidak memungkinkan. Kalau
seandainya pesawat dapat melanjutkan perjalanannya sampai tujuan tetapi
bandara yang dituju tidak dapat menerima menerima kedatangan pesawat
karena ada masalah di bandara atau cuaca yang tidak memungkinkan pesawat
mendarat di bandara tersebut akhirnya pesawat di alihkan ke bandara
lain. Ini mungkin terjadi. Atau seandainya pesawat tersebut tiba di
tujuan tepat waktu, tetapi mahrom yang akan menjemput belum tiba karena
suatu alasan mendadak.
Kalaupun kita katakan semua kemungkinan tadi tidak terjadi dan mahrom
datang tepat waktu, tetap masalahnya siapa yang duduk disamping istri
tersebut dalam pesawat ? Tidak selalu (bahkan sering, pent) orang yang
duduk di sampingnya bukan wanita. Kadang-kadang yang duduk di sampingnya
adalah laki-laki, bahkan bisa jadi laki-laki yang tidak beres. Ia
mengajak wanita tersebut ngobrol, cerita, sampai tertawa dan mengambil
nomor teleponnya sekaligus memberikan nomor teleponnya. Bukankah ini
mungkin ? Siapa yang bisa selamat dari kondisi ini ?
Oleh karena itu, di sini anda temukan hikmah yang agung dari larangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam atas kepergian wanita tanpa mahrom, tanpa ada batasan.
Mungkin ada wanita yang mengatakan: Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui yang ghaib, tidak mengetahui pesawat. Maka kita fahami sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut untuk kepergian wanita tanpa mahrom dengan menggunakan unta atau binatang lain, karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
tidak tahu …tentang pesawat yang dapat menempuh jarak antara Thaif dan
Riyadl dalam waktu satu seperempat jam, yang dulu bisa ditempuh dalam
satu bulan penuh ?!
Jawabnya: Jika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
tidak mengetahui tetapi Rabb (Tuhan)nya Rasulullah Subhaanahu Wa Ta’ala
mengetahui. Allah Subhaanahu Wa Ta’ala telah berfirman, yang artinya: “Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS An Nahl ayat 89)
Saya ingatkan saudara-saudara saya kaum muslimin dari gejala yang
berbahaya ini, yaitu menganggap gampang bepergiannya wanita tanpa
muhrim, demikian pula wanita yang berduaan dengan supir meski dalam
kota, karena ini berbahaya. Sebagaimana saya ingatkan juga berduaannya
saudara (kakak atau adiknya) suami dengan istri dalam rumah. Karena
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya ketika beliau bersabda: “Hati-hatilah
kalian masuk ke tampat wanita.” Para sahabat bertanya: “Bagaimana
dengan saudara (kakak atau adiknya) suami ?” Beliau menjawab: “Saudara
suami itu mati.” (HR Bukhari [5232] dan Muslim [2172]) maksudnya saya ingatkan dengan peringatan yang sangat keras.
Yang sangat mengherankan sebagian ulama -mudah-mudahan Allah
memaafkan mereka- berpendapat: Maksud dari sabda “Saudara suami itu
mati” artinya saudara suami itu pasti masuk ke tempat wanita sebagaimana
halnya mati pasti akan datang pada setiap manusia.
(Dikutip dari : Fatawa Ibni ‘Utsaimin -rahimahullah- [2/852-853]
lihat Al Fatawa asy Syar’iyyah fil masa-il al ‘ashriyyah min fatawa
‘ulamail baladil haram hal 450-452) Sumber: www.mediamuslim.info
Tidak ada komentar:
Posting Komentar